OPINI GURU
BUNG HATTA DARI SERPIHAN SEJARAH BANGSA
Oleh : Ismael, S.Pd.I*
Pengantar Wacana Berbicara tokoh bangsa, pada hakikatnya adalah belajar sejarah. Tokoh bangsa yang mempunyai peran teramat vital dalam penegakkan NKRI ini, hanya tinggal dalam lembaran-lembaran sejarah. Oleh karenanya, ungkapan maha sakral yang digaungkan oleh Ir Soekarno dengan JASMERAH amat urgen dalam menyikapi tema yang sedang dibedah oleh majalah Aurora ini. Saya, selaku guru IPS di MTs 1 Putri Annuqayah, yang notabene mengajar sejarah perjuangan bangsa, sangat mendukung majalah ini membedah tema seperti itu. Salut! Meneroka Sejarah Dalam sejarah perjalanan panjang bangsa ini, ribuan kelindan para tokoh bangsa mewarnainya dengan segala ragam perjuangan dan dalam seluruh aspek kehidupan ini. Tulisan yang hanya 5.000-6.000 karakter pun tak akan bisa mewakili jika kita bahas semua aspek yang melekat dalam perjuangan para tokoh bangsa itu. Oleh karena itu, tulisan ini hanya sebatas meneroka bagian kecil dari pola perjuangan besar tokoh bangsa tersebut, yakni di bidang ekonomi. Dan untuk lebih spesifik lagi, saya akan membedah pemikiran Bung Hatta saja. Alasannya, dialah tokoh terbesar dalam bidang ekonomi yang melahirkan ekonomi kerakyatan atau ekonomi koperasi. Alasan ini pula, yang menjadi dorongan saya menulis permintaan redaksi, sehingga apapun bentuk tulisan saya, adalah wajib memenuhi permintaan para kru majalah ini. Semoga tulisan saya tidak kocar-kacir hasilnya. Belajar Kepada Bung Hatta. Selain Syafruddin Prawiranegara dan Soemitro Joyohadikusumo, Bung Hatta adalah sosok ekonom yang tak kalah pentingnya untuk kita teladani, khususnya dalam masalah ekonomi. Tak mentereng gelar kesarjanaan yang ia raih, hanya S1 bidang ekonomi. Namun pemikiran beliau dapat dikatakan melampaui kedua tokoh di atas.\ Beliau bukti nyata tentang suatu gelar kesarjanaan. Bahwa gerlar kesarjanaan tak selamanya membawa orang ahli dalam jurusan yang ditempuhinya, bahkan sampai doktor dan profesor sekalipun. Beliau bukti, bahwa hanya dengan S1 bidang ekonomi saja sudah cukup membawanya menjadi ekonom yang sangat disegani. Benar, beliau dapat gelar doktor, tapi hanya gelar kehormatan saja. Beliau bukti, bahwa untuk menjadi seorang yang ahli tak harus dilalui dengan jenjang-jenjang pendidikan hingga tertinggi, tetapi cukup dengan kesungguhan belajar, keajegan menimba ilmu dan keseriusan meneliti sajalah hingga akhirnya diakui sebagai ilmuwan yang berpengaruh. Cukup S1 saja, tapi pemikirannya menjadi rahim demokrasi ekonomi atau ekonomi gotong-royong. Ada pula orang mengatakan dengan ekonomi koperasi. Peran dan kontribusinya dalam perekonomian Indonesia yang tercermin di dalam Pancasila sila ke-5 adalah bukti senyata-nyatanya bahwa keistikamahan dalam bertindak sajalah yang membuat pemikirannya dihargai. Wujud paling besar dalam perekonomian nasional adalah lahirnya pasal 33, dengan bunyi: ‘’(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.’’ Empat ayat dalam pasal 33 UUD NRI 1945 itu adalah peran dan buah pemikiran Bung Hatta waktu penyusunan batang tubuh tersebut di BPUPKI dahulu. Dari keempat ayat itulah ekonomi koperasi lahir. Maka sangat wajar apabila Bung Hatta diberi gelar “Bapak Koperasi”, atau “Bapak Ekonomi Kerakyatan Indonesia”, atau “Bapak Demokrasi Ekonomi”. Bapak Koperasi Indonesia bukan gelar kesarjanaan. Tapi gelar pengakuan bangsa Indonesia atas jasa-jasanya dalam meletakkan dasar-dasar perekonomian bangsa. Dan gelar ini jauh melampaui kepada hanya sekadar sarjana, tapi isinya kosong melompong. Kita sebagai pewaris pemikiran Bung Hatta, tentu saja akan penuh malu bahwa gelar kita sudah bejibun, tapi peran nyata dalam membangun bangsa ini nol besar. Tanya besar kepada diri kita sebenarnya, apa sesungguhnya fungsi gelar sarjana itu? Fakta di lapangan terlalu malu kita pikul karena sampai detik ini masih saja gelar itu tak berguna. Bahkan membikin kita gengsi sehingga membelenggu kita untuk bekerja gara-gara tak sesuai dengan gelar kesarjanaan yang melekat. Pantas saja, jika ada ungkapan “sarjana membawa beban pengangguran semakin besar.” Ada yang salah dengan diri kita berarti. Maka, Bung Hatta contoh nyata akan semua sengkarut kesarjaan saat ini. Gelar S1 tapi membawa berkah dalam perjalanan panjangnya merawat bangsa Indonesia. Keberkahan keilmuan Bung Hatta, rupanya terletak kepada proses yang dia tempuh. Yakni proses mencari ilmu dengan sungguh-sungguh, dengan hati berniat ikhlas karena Allah SWT semata, dengan air mata dan pengorbanan. Ini semua, jalan yang Bung Hatta tempuh tidak melalui jalan instan atau potong kompas, atau embel-embel memperoleh jabatan. Dan gelar itu, suatu saat akan diperoleh juga oleh para siswa MTs 1 Putri Annuqayah. Bersiap-siaplah, agar kalian benar-benar terisi akan ilmu, sebagaimana Bung Hatta memperolehnya. Kewajiban Kita Saat ini Sejatinya, Pahlawan bangsa seperti Bung Hatta, bukan sosok yang sudah basi dan tenggelam dalam kedalaman lumpur sejarah. Mereka pernah hidup dan berproses dalam kehidupannya untuk menjadi ‘’orang yang diorangkan’’, atau dianggap dalam setiap langkah kehidupannya. Dan langkah-langkah itu tak semudah membalikkan badan, lalu bubar barisan. Tidak! Langkah-langkah mereka senantiasa abadi dan sangat layak menjadi pembelajaran dalam kehidupan kita hingga saat ini. Inilah pentingnya kita meneladani tokoh-tokong bangsa sehingga kita pun menjelma seperti mereka, ikut andil bagian dalam membangunnya. Ikut bagian menyempurnakan perjuangan mereka yang belum tuntas. Dan ikut merawat keberadaan bangsa ini hingga menjadi bangsa yang berwibawa, dihormati oleh bangsa lain.@ *Beliau Wakamad Bidang Kurikulum Mts 1 Putri Annuqayah dari 2017 hingga saat ini.
Komentar
Posting Komentar