Kajian Aurora
ULAMA SEBAGAI TOKOH BANGSA
Kita sering terjebak kepada definisi tokoh bangsa sebagai seseorang yang hanya berperang melawan penjajah saja. Atau hanya kepada mereka yang menjadi pemimpin formal negeri ini saja. Kita sering melewatkan orang-orang penting lainnya seperti para ulama, sebagai panutan umat. Dan sejujurnya, orang yang paling pantas menyandang tokoh bangsa pada hakikatnya memang hanya para ulama saja. Alasannya, sebagaimana redaksi kaji di bawah ini.
Ulama Penunjuk Arah Keselamatan Bangsa.
Silakan kebiri sejarah perjalanan bangsa dalam berjuang melahirkan negara Indonesia dengan pernyataan ‘hanya kaum nasionalis saja yang punya peran melahirkannya’. Silakan alur cerita sejarah dikoptasi sedemikian rupa hingga seakan-akan hanya kaum nasionalislah yang berperan besar dalam melahirkan Indonesia. Dan silakan fakta sejarah ditutupi dengan berbagai macam kesan bahwa para ulama tak punya peran berarti dalam mengusir penjajah.
Dan akhirnya terkuak juga siapa sebenarnya pejuang bangsa yang sejak Portugis hendak mencaplok negeri ini abad XV, lalu disusul Spanyol, kemudian Belanda, dan terakhir penjajahan Jepang itu. Tak lain, komando terbesar akan kesuksesan negeri ini membebaskan diri dari belenggu penjajah adalah para ulama. Sosok ulama, sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah SAW dengan hadisnya sebagai berikut:
"Barangsiapa meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan membantu ke surga. Sungguh, para malaikat akan mengandalkannya sebagai keridaan kepada penuntut ilmu. Orang yang berilmu akan dimohonkan ampunan oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan yang ada di dasar laut. Kelebihan seorang alim dibandingkan ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang. Para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak." (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ad-Darimi). Para ulama adalah sosok yang berperan sebagai penunjuk arah perjuangan bangsa. Ulama yang dikabarkan sebagai pewaris para nabi itu, merupakan penentu keselamatan bangsa ini sejak zaman penjajahan sampai di era kemerdekaan ini.
Ulama Suri Teladan Bangsa.
Para ulama dalam posisinya sebagai petunjuk arah keselamatan bangsa, telah memberikan contoh-contoh yang baik bagaimana generasi selanjutnya dapat meneladinya dan berkiprah dengan keteladanan tersebut, sehingga kita tidak pernah sesat jalan. Suri teladan yang dilahirkan oleh para ulama tersebut merupakan mercusuar di tengah kegamangan pelaut yang tersesat arah untuk kembali ke pelabuhan. Suri teladan itu adalah tindakan nyata yang terpancar secara suka rela dalam berkorban demi agama dan bangsanya.
Jika saat ini, sebagian tokoh politik enggan berbagi secara suka rela (ikhlas) dengan rakyat atau golongan yang tak punya, atau lebih suka membesarkan golongannya saja, dan enggan bekerja sama dengan golongan lainnya. Maka sesungguhnya, tokoh politik tersebut tidak pernah berusaha meneladani kiprah para ulama dahulu bagaimana sesungguhnya mereka berperan. Dalam kehidupan nyata ulama, mereka benar-benar berbuat sesuai perintah Islam sebagai landasan kehidupan mereka. Mereka tak pandang siapa yang butuh bantuan. Dan mereka benar-benar total memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan orang lain. Suri teladan demikian telah membuat abadi kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan sebagai nilai-nilai universal yang sampai kapan pun tak akan hilang.
Ulama Tokoh Pendidikan Bangsa.
Jika kita memandang bahwa sistem pendidikan itu hanya sebagaimana kita kenal saat ini, maka sesungguhnya pandangan kita perlu diluruskan, sebab telah menyempitkan arti pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, formalitas pendidikan sesungguhnya telah menghilangkan inti sari pendidikan, yang sesungguhnya mengangkat martabat kemanusian seseorang. Dengan formalitas, pendidikan hanya diukur dari selembar ijazah saja, tanpa memperhatikan isi dari seseorang. Dalam sistem pendidikan formal, sehebat atau sebagus seperti apapun ilmu yang dikuasai seseorang, tanpa memiliki selembar ijazah, akan sia-sia saja kehebatan tersebut. Oleh karena itu, di dunia yang menganut sistem pendidikan formal, ijazah ibarat dewa penolong dalam mencari kerja. Tanpanya, sia-sia saja kita mencari pekerjaan di dunia pemuja formalisme.
Berbeda dari sudut pandang para ulama panutan bangsa. Mereka terus berkutat dengan substansi atau isi daripada hanya mengejar gelar formalitas yang ditunjukkan selembar ijazah. Mereka menganggap bahwa pendidikan harus memanusikan manusia sesuai dengan fitrahnya. Dalam pandangan mereka, proses dan hasil adalah orientasi utama yang ada di dalam setiap langkah kaki mereka. Dan mereka wujudkan dengan mendirikan pesantren sebagai penempa mental keagamaan dan bekal ilmu pengetahuan. Disinyalir, sistem pesantren inilah yang merupakan sistem pendidikan terbaik sejak dulu hingga saat ini. Wajar jika lembaga pendidikan di dunia, semisal Oxford di Inggris, atau Cambridge di Amerika Serikat mengambil sistem pendidikan ala pesantrren.
Ulama sebagai tokoh bangsa banyak sekali melahirkan manusia terdidik yang mengisi segala lini kehidupan ini. Dengan karakter yang khas sesuai dengan nilai-nilai Islam yang kaffah, mereka mengisi kehidupannya tanpa pamrih, dan selalu mengutamakan ridha Allah SWT. Pendidikan model ini memang penyelamat bangsa dari keterkikisan nilai-nilai humanis dan akhlak mulia. Model ini mempresentasikan diri sebagai ciri khas pendidikan pesantren yang telah banyak diadopsi ke sistem pendidikan nasional. Karena seharusnya bangsa ini mengambil nilai-nilai pendidikan pesantren dengan memadukan nilai-nilai kemajuan sebagai tonggak perkembangan bangsa.
Ulama Pemersatu Bangsa.
Bukan pernyataan berlebihan jika ulama dikatakan sebagai pejuang terdepan dalam membela NKRI ini. Kita bayangkan, di saat belum ada alat-alat komunikasi modern seperti sekarang ini, mereka serentak berjuang dari Aceh hingga Maluku mengusir penjajah rakus itu. Sudut pandang yang mengatakan bahwa kemerdekaan Republik Indonesia disebabkan perjuangan para tokoh nasionalis dengan perjuangan model diplomasi sebagai landasan perjuangan modern dengan mendirikan organisasi-organisasi kebangsaan, harus direvisi dari lembaran sejarah bangsa. Sebab, jasa terbesar akan semua perjuangan itu berpangkal dari gerakan perlawanan yang dimotori para ulama.
Perjuangan para ulama bukan bersifat kedaerahan, sebagaimana sering kita baca dalam sejarah. Akan tetapi perjuangan semesta yang melibatkan segenap suku-suku di Nusantara. Tatkala Pangeran Trunojoyo dari Madura berperang melawan VOC, pasukan yang terlibat bukan hanya orang Madura saja, tetapi suku Bugis, Banjar, Sunda, Sasak dan Jawa. Demikian pula pada Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro, pasukannya terdiri dari suku-suku Madura, Jawa, Sunda, Melayu, Banjar, dan Bugis. Salah besar jika terus dikatakan bahwa perjuangan fisik melawan Belanda dikatakan bersifat kedaerahan saja.
Perjuangan para ulama yang bersifat semesta itu tentu saja berangkat dari pangkalnya, yakni ajaran Islam yang rahmatal lil’alamien. Konsep universal Islam inilah yang secara khusus menjadi gerakan nasional Indonesia yang digerakkan para ulama sebagai tokoh bangsa. Konsep ini pulalah yang telah melahirkan bangsa ini dan menyatukannya dengan landasan yang kukuh, dengan ajaran Agama Islam.@ (Ed.: Vina, Rep. : Oca, dari berbagai sumber).
Komentar
Posting Komentar