Kajian Aurora
SILIH BERGANTI MENINGGALNYA TOKOH BANGSA
TAK HARUS KITA RATAPI
Pengantar redaksi : Dalam kajian ini, kami akan coba membahasnya fokus kepada tokoh bangsa dari kalangan ulama. Sebab ulama adalah paku dunia, sehingga kehilangan ulama akan menyebabkan kehilangan keseimbangan hidup di dunia ini. Dan dunia seakan terguncang karena kehilangan tersebut. Mengapa kita merasa kehilangan secara mendalam jika ditinggal ulama? Dan bagaimana menggantikan peran mereka? Silakan baca kajian kami ini!
***
Satu persatu bangsa ini kehilangan tokohnya. Satu persatu para ulama sebagai paku bumi bagi bangsa Indonesia, wafat. Semuanya memang telah menjadi takdir bahwa dunia ini memang benar-benar fana, sebentar, bersifat seperti fatamorgana, dan tak ada keabadian.
Kepergian mereka sebenarnya memberikan peluang kepada kita untuk dapat mengisi ruang atau tempat yang mereka tinggalkan. Ruang atau tempat tersebut berupa perjuangan yang mungkin belum tuntas mereka juangkan demi tegaknya NKRI ini. Perjuang mereka dalam mengisi alam kemerdekaan ini harus dapat kita teruskan agar keberlangsungan hidup terus berjalan sesuai dengan cita-cita tokoh bangsa tersebut, dan juga cita-cita kita sendiri.
Meratapi mereka yang telah pergi untuk selamanya, memang tak ada gunanya. Namun, meneladani sosok mereka selama hidupnya dulu, sangatlah berarti bagi kita. Sebab, hanya keteladanan mereka itulah yang bisa kita ambil sebagai ibarat atau ibroh untuk menjadi penerang jalan hidup kita di masa yang akan datang. Dan keteladanan itulah nilai yang sangat sempurna untuk kita tiru di sisa hidup ini.
Sedih karena mereka telah meninggalkan kita, memang masih wajar sebab rasa sedih itu menandakan bahwa kita punya simpati dan empati. Dengan adanya perasaan sedih, barangkali menjadi cara terbaik untuk kita buat mendoakan mereka. Akan tetapi, berlarut-larut dalam kesedihan, lalu muram durja berlama-lama, juga bukan sikap yang baik, sebab dunia ini masih punya masa depan. Dan masa depan itu butuh perjuangan dengan keras dan sungguh-sungguh. Masa depan itu butuh cita-cita kita yang kita gapai dengan cara belajar konsisten dan serius.
Jika berlama-lama dengan rasa sedih, dapat diyakini akan menganggu tercapainya cita-cita kita. Saatnya kita optimis memandang masa depan kita, namun kita pun juga selalu ingat sejarah masa lalu para tokoh bangsa tersebut. Karena masa lalu dapat menjadi penuntun kepada perjalanan kita saat ini, dan pengarah jalan kita di masa yang akan datang. Pada tahap inilah, perkataan sang proklamator kita, Ir. Soekarno dengan ungkapan ‘JASMERAH’ yang artinya: jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah, akan selalu sesuai sampai kapa pun juga.
Mengingat sejarah adalah mengingat memori kolektif bangsa ini. Tetap teguh pada sejarah dan tidak meninggalkannya merupakan ciri-ciri generasi yang senantiasa merawat memori kolektif tersebut untuk selalu diwariskan kepada generasi demi generasi. Mengingat sejarah dan tidak mau berpaling darinya merupakan syarat adanya rasa nasionalisme dan patriotisme generasi muda. Memori kolektif masa lalu tertsebut sangat perlu dirawat agar kita merasa punya warisan berupa bangsa dan negara yang telah merdeka ini, yang butuh diisi dengan berbagai kebaikan agar terus eksis dan jaya, sebagaimana ditulis dalam lagu kebangsaan kita dengan frasa ‘hiduplah Indonesia raya’, di mana maksud kata ‘raya’ di sini tak lain adalah kejayaan itu sendiri.
Tokoh bangsa yang telah terkubur itu, berjuang demi kejayaan negeri ini. Dan perjuangan mereka masih jauh dari selesai. Karena perjuangan masih terus bersambung, kitalah penyambung tongkat estafet itu untuk mewujudkan perjuangan mereka yang masih belum selesai tersebut. Untuk menyambut perjuangan besar ini sangat dibutuhkan kemampuan kita dalam memikul beban berat dari apa yang mereka tinggalkan. Kemampuan itu berupa kesungguhan dan kerajinan kita dalam belajar ilmu pengetahuan, baik berupa pengetahuan keagamaan, sosial, sains, dan budaya bangsa.
Namun, jelas dan terang bahwa sesungguhnya mengasah jiwa atau pikiran kita agar sepadan dengan jiwa atau pikiran tokoh bangsa bukan pekerjaan atau sesuatu yang mudah. Bahkan ada kecenderungan bahwa generasi saat ini semakin jauh dari kemampuan yang dikuasai para tokoh tersebut. Bukan bualan jika ada pernyataan bahwa generasi zaman now semakin tipis atau semakin dangkal dalam menguasai ilmu pengetahuan dan akhlaknya. Sehingga anggapan bahwa kita semakin jauh dari apa yang dikuasai para pahlawan akan kemampuan IPTEK atau bahkan IMTAK, misalkan, memang fakta adanya. Ini butuh keseriusan dari kita sendiri.
Sebab jalan keluar, atau minimal mengikis anggapan di atas, kita mesti buktikan dengan wujud nyata berupa tindakan kita dalam memangku dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan tersebut di tengah-tengah bangsa kita. Kita tahu, para tokoh bangsa berjuang dengan wujud nyata. Maka tidak bisa tidak, kita pun harus demikian bertindak. Kita mesti mengurangi berbicara tak berguna, dan menambah porsi dengan kerja nyata. Kita mesti menghentikan caci maki atau perundungan, dan keluar menuju realitas keseharian kita dengan sikap kebersamaan atau tolong-menolong.
Memang tak mungkin sepadan dibandingkan tokoh bangsa dalam berjuang. Namun, setidaknya, lebih-lebih kita sebagai santri atau pelajar, harus terus berupaya secara tandas dan keras sambil mengingat konsep santri yang sering kita dengar dengan ujaran ‘man jadda wajada’ itu. Siapa yang bersungguh-sungguh akan menuai hasil dengan kesungguhannya, itu bukan omong kosong. Sudah dibuktikan sendiri oleh para tokoh bangsa dahulu. Bahkan jika kita perhatikan, lahirnya bangsa Indonesia itu sendiri karena adanya konsep tersebut.
Maka, akhirnya. Tak ada jalan berleha untuk membangun bangsa kita ini. Kita terus berjuang sebagaimana tokoh bangsa dahulu berjuang. Perjuangan boleh berbeda, namun hasil yang dicapai akan sama, yakni demi tegaknya NKRI ini, sebagai rumah besar kita dan generasi kita selanjutnya.@ (Ed.: Vina, Rep.: St. Munawaroh, dari berbagai sumber).
Komentar
Posting Komentar