Cerpen
KEJUANGAN SANG PANGERAN Jumat Legi, 20 Sappar 1071 H/12 April 1649 M Malam telah larut. Di bilik sederhana dalam lingkungan kraton itu hanya tinggal dua sosok manusia berbincang perihal kelahiran anaknya dua jam lalu. Yang lainnya, ayah kedua orang itu telah pulang ke rumah masing-masing yang berjarak sekitar satu kilo meter. Mereka berdua membincangkan tentang nama sang anak. Mau diberi nama siapa gerangan. Mereka berdua ragu. Masih ada hari esok untuk mendapatkan nama sesuai dengan harapan mereka, sebab nama adalah do’a. “Kakanda, anak kita sangat tampan, ya,” ujar Raden Ayu Minisari, sang istri pada suaminya yang sejak tadi memperhatikan orok yang baru mampir ke dunia ini. “Benar, adinda. Anak kita walaupun laki-laki tapi sepertinya sangat rupawan. Semoga ketampanannya menjadi perlambang bahwa batin dan hatinya juga rupawan,” ujar Panembahan Maluyo...